Di balik gejolak dahsyat Gunung Kelud yang menjulang tinggi di Jawa Timur, tersimpan legenda rakyat yang penuh dengan cinta, pengkhianatan, dan murka. Legenda ini telah diwariskan turun-temurun oleh masyarakat setempat, menjadikannya salah satu cerita rakyat paling terkenal di Jawa Timur.
Awal Mula Kisah
Pada zaman dahulu kala, di Kerajaan Jenggala, hiduplah seorang putri cantik jelita bernama Dewi Kilisuci. Kecantikannya yang luar biasa menawan hati banyak pangeran dari berbagai kerajaan. Di antara mereka, dua pangeran yang paling gigih mempersunting Dewi Kilisuci adalah Raja Mahesa Suro dari Kerajaan Kediri dan Raja Lembu Suro dari Kerajaan Blitar.
Cinta Segitiga dan Tantangan yang Mustahil
Kedua raja tersebut sama-sama memiliki kekuatan luar biasa dan kesaktian yang tiada tara. Mahesa Suro berkepala kerbau, sedangkan Lembu Suro berkepala lembu. Mereka berdua bersaing dengan sengit untuk mendapatkan hati Dewi Kilisuci.
Dewi Kilisuci, yang terjebak dalam cinta segitiga ini, tidak ingin memilih salah satu dari mereka. Ia ingin bebas dari ikatan pernikahan dan ingin hidup sendiri. Untuk itu, ia pun memutar otak dan memberikan sebuah tantangan yang mustahil bagi kedua raja tersebut.
Dewi Kilisuci menantang kedua raja untuk membangun dua sumur di puncak Gunung Kelud sebelum fajar menyingsing. Satu sumur harus mengeluarkan air yang berbau amis, sedangkan sumur lainnya harus mengeluarkan air yang harum.
Kesaktian dan Pengkhianatan
Dengan tekad yang kuat dan kesaktian mereka, kedua raja tersebut menerima tantangan Dewi Kilisuci. Mahesa Suro, dengan kekuatannya, berhasil membangun sumur berbau amis dengan cepat. Di sisi lain, Lembu Suro, dengan kesaktiannya, juga berhasil membangun sumur berbau harum.
Namun, Dewi Kilisuci yang licik memiliki rencana lain. Ketika kedua sumur telah selesai, Dewi Kilisuci diam-diam pergi ke puncak Gunung Kelud dan mencampurkan air seni kelinci ke dalam sumur yang dibangun Mahesa Suro. Alhasil, air di sumur tersebut berubah menjadi amis dan menjijikkan.
Murka dan Lahirnya Gunung Kelud
Saat fajar menyingsing, kedua raja bergegas menuju puncak Gunung Kelud untuk menunjukkan hasil kerja mereka kepada Dewi Kilisuci. Ketika melihat sumur Mahesa Suro yang berbau amis, Lembu Suro merasa ditipu dan murka.
Pertengkaran sengit pun terjadi antara kedua raja. Mereka saling caci maki dan mengeluarkan kutukan satu sama lain. Dewi Kilisuci, yang ketakutan melihat situasi tersebut, melarikan diri.
Di tengah kemarahannya, Raja Lembu Suro mencabut tongkat saktinya dan menusuk ke arah Gunung Kelud. Seketika itu juga, gunung tersebut berguncang hebat dan meletus dahsyat. Lava pijar dan abu vulkanik menyembur ke langit, menenggelamkan beberapa desa di sekitarnya.
Dewi Kilisuci yang berhasil melarikan diri, dihantui rasa bersalah dan penyesalan atas perbuatannya. Ia pun memutuskan untuk hidup menyendiri di hutan hingga akhir hayatnya.
Gunung Kelud dan Pesan Moral
Gunung Kelud, yang kini berdiri kokoh di Jawa Timur, menjadi pengingat akan legenda cinta, pengkhianatan, dan murka. Legenda ini bukan hanya cerita rakyat yang menarik, tetapi juga mengandung pesan moral tentang bahaya keserakahan, tipu daya, dan pentingnya menjaga keseimbangan alam.
Kisah Gunung Kelud juga menjadi pengingat bagi masyarakat untuk selalu waspada terhadap bahaya gunung berapi dan selalu hidup selaras dengan alam.