Di hutan rimba yang lebat dan rindang, hiduplah berbagai hewan dengan damai. Namun, ketenangan mereka terusik oleh sikap sombong dan semena-mena seekor Jerapah yang bernama Jirafah.
Jirafah, dengan lehernya yang panjang dan tingginya yang menjulang, merasa dirinya paling hebat di hutan. Ia sering kali menindas hewan-hewan lain, mengambil makanan mereka, dan bahkan melarang mereka untuk minum di sungai.
Suatu hari, Kancil, si hewan kecil yang cerdik, melihat Jirafah yang sedang menindas Kambing dan Domba di tepi sungai. Jirafah dengan angkuhnya melarang Kambing dan Domba untuk minum, dan bahkan mendorong mereka dengan kasar.
Kancil yang tidak tega melihat Kambing dan Domba ditindas, pun memutuskan untuk memberi pelajaran kepada Jirafah. Ia mendekati Jirafah dengan sanjungan dan pura-pura kagum dengan kehebatannya.
“Wahai Jirafah yang perkasa,” kata Kancil dengan suara manis, “Sungguh luar biasa ketinggian dan kekuatanmu. Aku ingin sekali belajar darimu, bagaimana caranya menjadi hewan yang hebat seperti dirimu.”
Jirafah yang terbuai dengan sanjungan Kancil, pun mulai bercerita tentang kekuatan dan kehebatannya. Ia menceritakan bagaimana ia bisa menjangkau dedaunan di pohon-pohon tertinggi, bagaimana ia bisa berlari kencang dengan kakinya yang panjang, dan bagaimana ia bisa menakut-nakuti hewan lain dengan lehernya yang panjang.
Kancil mendengarkan dengan seksama, sesekali pura-pura takjub dan kagum. Saat Jirafah sedang asyik bercerita, Kancil pun mulai melancarkan aksinya.
“Wahai Jirafah yang luar biasa,” kata Kancil, “Aku ingin sekali meniru kehebatanmu dalam berlari. Bisakah kau mengajariku caranya?”
Jirafah yang sombong pun menyetujui permintaan Kancil. Ia mengajak Kancil untuk berlari bersamanya di padang rumput. Jirafah berlari dengan kencangnya, kakinya yang panjang melaju dengan cepat. Kancil yang kecil dan pendek, tentu saja tidak bisa mengikuti kecepatan Jirafah.
“Hei, tunggu aku!” teriak Kancil terengah-engah.
Jirafah yang sudah jauh di depan, hanya menoleh ke belakang dan tertawa terbahak-bahak. “Ha ha ha! Kau terlalu kecil dan pendek untuk meniru kehebatanku!” ejek Jirafah.
Kancil yang kesal pun mulai memutar otaknya. Ia melihat sebuah pohon kelapa yang tinggi menjulang di kejauhan. Ia pun berlari ke arah pohon kelapa tersebut.
“Hei, Jirafah!” teriak Kancil. “Coba lihat ke atas pohon kelapa itu! Bisakah kau mengambil buah kelapa untukku?”
Jirafah yang sombong pun mencoba menjangkau buah kelapa dengan lehernya yang panjang. Namun, lehernya tidak cukup panjang untuk mencapai buah kelapa tersebut.
“Ha ha ha!” tawa Kancil. “Lihatlah, ternyata kau tidak bisa mengambil buah kelapa! Padahal lehermu begitu panjang.”
Jirafah yang malu dan kesal, hanya bisa diam tertunduk. Ia tersadar bahwa kesombongannya telah membuatnya menjadi bodoh dan tidak mampu melakukan hal-hal sederhana.
Sejak saat itu, Jirafah tidak lagi bersikap sombong dan semena-mena kepada hewan-hewan lain. Ia belajar untuk menghormati semua makhluk hidup dan menggunakan kekuatannya untuk membantu orang lain.
Pesan Moral
Kisah Kancil dan Jerapah ini mengajarkan kita tentang bahaya kesombongan. Sikap sombong dapat membuat kita buta terhadap kekurangan diri sendiri dan membuat kita mudah direndahkan oleh orang lain. Sebaliknya, kita harus selalu rendah hati dan menggunakan kelebihan kita untuk membantu orang lain.
Kisah ini juga menunjukkan bahwa kecerdikan dan akal budi dapat mengalahkan kekuatan dan kekuasaan. Kancil yang kecil dan lemah, dengan kecerdikannya, berhasil memberi pelajaran kepada Jirafah yang besar dan kuat.
Oleh karena itu, marilah kita jadikan kisah Kancil dan Jerapah ini sebagai pengingat untuk selalu bersikap rendah hati, saling menghormati, dan menggunakan kelebihan kita untuk kebaikan bersama.